NAZAR

Hukum Nadzar dalam Islam

Nadzar atau nazar secara etimologis (lughawi) adalah berjanji akan melakukan sesuatu yang baik atau buruk. Dalam terminologi syariah nadzar adalah menetapkan atau mewajibkan melakukan sesuatu yang secara syariah asal tidak wajib.[1] Contohnya, seperti bernadzar, "Apabila saya lulus ujian, maka saya akan berpuasa sunnah sehari." Atau, "Apabila anak saya sembuh sakitnya, maka saya akan bersedekah pada orang miskin."

DEFINISI NADZAR

Nadzar adalah mewajibkan suatu perkara atau perbuatan yang asalnya tidak wajib secara syariah. Seperti, bernazar melakukan shalat sunnah, berpuasa sunnah, bersedekah pada orang miskin apabila yang dikehendakinya tercapai. Niat utama adalah untuk semakin mendekatkan diri pada Allah (qurbah)


PERSYARATAN NADZAR

Syarat sah dan terjadinya nadzar terbagi 2 (dua) yaitu syarat pelaku nadzar dan perkara yang dibuat nadzar (al mandzur bihi)

SYARAT ORANG YANG NADZAR

1. Berakal sehat.
2. Beragama Islam (muslim)
3. Diucapkan dengan kata-kata, tidak cukup hanya dengan niat. Apabila seseorang berniat nadzar tanpa ada ucapan, maka nadzarnya tidak sah dan tidak wajib memenuhi nadzar tersebut.[5]

SYARAT PERKARA YANG DIJADIKAN NADZAR (AL MANDZUR BIHI)

1. Perkara ibadah. Seperti shalat sunnah, puasa sunnah, sadaqah. Perkara yang bukan bersifat ibadah seperti perkara maksiat atau perkara mubah (seperti makan dan minum) tidak sah nadzarnya.

2. Harta yang dijadikan nadzar harus menjadi hak milik pelaku nadzar saat bernadzar.

3. Bukan perkara fardhu atau wajib. Seperti shalat 5 waktu atau puasa Ramadan.

MACAM-MACAM NADZAR

Dari segi isi kandungan nadzar, nadzar ada dua jenis, yaitu (a) nadzar lajaj (نذر لجاج) yaitu bernazar dengan mencegah diri dari melakukan sesuatu. Seperti, "Saya besok tidak akan bepergian." (b) Nadzar mujazat yaitu nadzar (janji pada diri sendiri) untuk melakukan sesuatu. Nadzar majazat ini ada dua macam, sebagai berikut:
(1) Nadzar tabarrur,[2] adalah nadzar yang dilakukan secara spontan tanpa dikaitkan dengan keberhasilan melakukan sesuatu. Seperti, seseorang berkata, "Saya akan shalat sunnah besok."
(2) Nadzar yang dikaitkan dengan keberhasilan melakukan sesuatu. Seperti seseorang berkata, "Apabila anak saya sembuh, saya akan bersedekah pada fakir miskin."[3]

Sebagian ahli fiqh membagi nadzar menjadi dua macam yaitu nadzar mutlak dan nazar muqayyad atau muallaq. Nadzar mutlak adalah nadzar yang dilakukan tanpa mengaitkan dengan keberhasilan melakukan sesuatu atau disebut nadzar tabarrur. Sedang nazar muqoyyad (muallaq) adalah nazar yang dilakukan apabila sudah berhasil dalam perkara yang diinginkan.

Dari segi perbuatan yang dinazarkan, ia terbagi menjadi lima macam:

(1) Nazar taat dan ibadah sepdrti bernazar untuk bersedekah.
(2) Nazar mubah seperti bernazar untuk tidur
(3) Nazar maksiat. Contoh, bernazar untuk berzina dengan artis.
(4) Nadzar makruh. Contoh, bernazar untuk merokok.
(5) Nazar syirik. Contoh, bernazar untuk menyembah berhala.


HUKUM BER-NADZAR

Apakah bernadzar itu boleh (mubah), mendapat pahala (sunnah), kurang baik (makruh) atau dilarang (haram)?

Ada beberapa pendapat ulama yang berbeda karena adanya dalil Quran dan hadits yang juga bermacam-macam. Intinya, nadzar sebaiknya dihindari. Tapi kalau sudah terjadi, maka wajib (harus) dipenuhi kalau nadzarnya berkaitan dengan ibadah. Seperti tersebut dalam hadits sahih:


مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Artinya: Barangsiapa yang bernadzar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nadzar tersebut. Barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)

A. Nadzar itu Sunnah (baik dan mendapat pahala)

Dalil dari Quran:


وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ

Artinya: Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS. Al Baqarah 2:270)

B. Nadzar itu Makruh (sebaiknya tidak dilakukan)

Dalil dari hadits:


نهي النبي عَنِ النَّذْرِ قَالَ إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

Artinya: Nabi melarang untuk bernadzar, beliau bersabda: ‘Nadzar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’. (HR. Bukhari Muslim)


لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذؒرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

Artinya: Janganlah bernadzar. Karena nadzar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit. (HR. Muslim)


HUKUM MENUNAIKAN/MELAKSANAKAN NADZAR

(1) Nazar taat dan ibadah, hukumnya wajib ditunaikan dan bila dilanggar harus membayar kaffarah (tebusan).

(2) Nazar mubah, yaitu bernazar untuk melakukan suatu perkara yang mubah/diperbolehkan dan bukan ibadah maka boleh memilih melaksanakannya atau membayar kafarah. Sebagian ulama bahkan membolehkan untuk tidak menunaikan nadzarnya dan tidak perlu membayar kafarah (tebusan)

(3) Nazar maksiat, nazarnya sah tapi tidak boleh dilaksanakan dan harus membayar kaffarah. Sebagian ulama berpendapat tidak perlu membayar kafarah (tebusan) berdasarkan hadits Nabi:


لا نذر في معصية الله ولا فيما لا يملك العبد

Artinya: tidak ada nadzar dalam maksiat pada Allah ... (HR Muslim)

(4) Nazar makruh, yaitu bernazar untuk melakukan perkara yang makruh maka memilih antara melaksanakannya atau membayar kaffarah.

(5) Nazar syirik, yaitu yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah maka nazarnya tidak sah dan tidak ada kaffarah, akan tetapi harus bertaubat karena dia telah berbuat syirik akbar


HUKUM APABILA TIDAK MENUNAIKAN NADZAR

Apabila orang yang bernadzar tidak melakukan nadzarnya baik karena tidak mampu atau tidak mau, maka konsekuensinya melihat dulu jenis nadzarnya apakah termasuk nadzar ibadah, mubah, maksiat, makruh atau syirik. Lihat penjelasan Hukum Menunaikan Nadzar di atas.. Intinya, harus membayar kafarah yamin (tebusan sumpah).

Urutan Kafarah Yamin (tebusan sumpah) bagi yang tidak melaksanakan nadzar adalah sebagai berikut (pilih salah satu, prioritas berdasar urutan):

a. Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau
b. Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau
c. Memerdekakan satu orang budak
d. Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari.[4]

---------------------
CATATAN DAN RUJUKAN

[1]التزام قربة غير لازمة بأصل الشرع Lihat Fathul Qorib "Kitab al-Ayman wa al-Nudzur" atau dalam Al Umm li Asy-Syafi'i, Kitab al-Nudzur, Vol. II/278.

[2] Istilah nazar tabarrur dipopulerkan oleh Imam Syafi'i. Lihat Imam Syafi'i Kitab al-Umm, "Kitab an-Nudzur", Vol. II hlm. 279.

[3] Fathul Qarib, ibid.at apabila mereka
[4] Surat Al Maidah 5:89

[5] Imam Nawawi dalam Al-Majmuk mengatakan:

قال أصحابنا: يصح النذر بالقول من غير نية، كما يصح الوقف والعتق باللفظ بلا نية. وهل يصح بالنية من غير قول أو بالإشعار أو التقليد أو الذبح مع النية؟ فيه الخلاف الذي ذكره المصنف. (الصحيح) باتفاق الأصحاب أنه لا يصح إلا بالقول ولا تنفع النية وحدها

Artinya: Nadzar itu sah dengan perkataan atau diucapkan walaupun tanpa niat sebagaimana sahnya waqaf dan memerdekakan budak dengan mengucapkan tanpa niat...

Nazar dalam Hati

Nazar dalam hati yang belum diucapkan, tidak wajib dipenuhi. Karena nazar baru teranggap jika diucapkan. Sebagaimana keterangan ulama dalam hal ini.
Pertanyaan:

Aslmkm

Ada org sering nazar tapi dlm hati dan blm diucapkan. Itu kena gak? Bgmn hukumnya? Trus kalo gak dijalanin apa konskwensinya? Trima kasih..

(N..N..)

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Nazar tidak sah jika hanya sebatas niat atau belum diucapkan. Misalnya seseorang berniat, jika dia lulus ujian tahun ini, akan berpuasa daud selama sebulan lillahi ta’ala. Sebatas niat semacam ini, belum dianggap nazar yang sah, yang wajib dia laksanakan.

Fairuz Abadzi – ulama syafiiyah – menegaskan,

ولا يصح النذر إلا بالقول

“Nazar tidak sah, kecuali diucapkan.” (Al-Muhadzab, 1/440) .

An-Nawawi dalam syarah Muhadzab memberikan penjelasan,

وهل يصح بالنية من غير قول … (الصحيح) باتفاق الأصحاب أنه لا يصح إلا بالقول ولا تنفع النية وحدها

Apakah nazar sah semata dengan niat, tanpa diucapkan…(yang kuat) berdasarkan sepakat ulama madzhab Syafii, bahwa tidak sah nazar kecuali diucapkan. Niat semata, tidak bermanfaat (tidak dianggap). (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/451)

Hal yang sama juga dinyatakan Al-Mardawi – ulama hambali – dalam Al-Inshaf,

ولا يصح (النذر) إلا بالقول ، فإن نواه من غير قول : لم يصح بلا نزاع

Nazar tidak sah kecuali dengan diucapkan. Jika dia hanya berniat, namun tidak dia ucapkan, tidak sah nazarnya, tanpa ada perbedaan pendapat. (Al-Inshaf, 11/118)

Allahu a’lam

 

Begini ustad, saya mau minta solusi mengenai was-was yang terjadi dalam hati saya pernah berucap kata-kata bernazar dalam hati (tanpa saya ucapkan) hal itu awalnya cuma lintasan fikiran saja, kemudian, karena ada pernah saya membaca dalam sebuah sumber katanya nazar dalam hati adalah sah. Saya jadi takut masalahnya setelah mengetahui hal tersebut saya takut nazar yang saya ucapkan dalam hati itu telah berlaku, dan akhirnya saya ucapkan lagi, dan lagi dalam hati.

Bentuk nazar yang saya ucapkan dalam hati itu adalah nazar mutlaq (tanpa syarat) kata-katanya seperti ini "Demi Allah saya/demi-Mu ya Allah/mendekatkan diri pada-Mu akan memberikan barang ini (kadang saya ucapkan motor, kadang laptop, kadang handphone) kepada si anu (orangnya pun beda-beda)."
Tujuan hal ini sering saya ucapkan dalam hati berulang-ulang karena saya ingin meyakinkan diri saya bahwa nadar dalam hati bukanlah suatu nazar yang syah, karena ada yang bilang nazar itu harus ada sighah tapi yang terjadi malahan saya semakin was-was, saya takut, kalau seandainya ucaan nazar dalam itu sah dan jika saya tidak melakukannya Allah akan murka pada saya.
Saya ada membaca hadist Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mengampuni apa yang dibicarakan umatku dalam dirinya selama mereka belum melakukan atau mengucapkannya.” Apakah ucapan Nadzar dalam hati saya adalah termasuk dalam yang dimaksud dalam hadist ini?. Apakah nazar saya sudah sah?. Kalau memang sah apakah boleh dilanggar karena barang-barang itu kebanyakan barang itu dibelikan orang tua saya, saya takut Allah akan murka pada saya.
Apakah setiap yang diucapkan dalam hati adalah niat, karena yang saya ucapkan dalam hati itu untuk melawan was-was saya tapi yang terjadi malahan was-was saya bertambah parah. Apakah ini tergolong was-was dari setan, masalahnya saya jadi tidak khusuk dalam ibadah. Kalau iya bagaimana cara menghilangkannya?. Saya harap penjelasan dari ustad. Terima kasih sebelumnya.

Ismail Bin Rusdi,
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Nazar dan sumpah hanya sah jika diucapkan. Jika Nazar dan sumpah tidak diucapkan, betapapun diulang seribu kali dalam hati maka tidak dihitung Nazar dan tidak dihitung sumpah. Dalil yang menunjukkannya adalah hadis riwayat Bukhari berikut ini;
Dari Abu Hurairah yang ia marfu'kan, Rasulullah bersabda: "Allah memaafkan ummatku dari segala yang dibisikkan dan dikatakan hatinya, selama belum dilakukan atau dibicarakan." (H.R. Bukhari)
Maknanya, Allah tidak menghitung was-was hati atau ucapan-ucapan hati selama tidak dilaksanakan atau diucapkan. Ibnu Hajar Al-'Asqolani mengutip statemen Al-Kirmani ketika mensyarah (menjelaskan) hadis ini;
Al-Kirmani berkata; dalam hadis tersebut terkandung makna bahwa entitas fikiran/hati tidak ada pengaruhnya (dalam hukum). Namun yang dipertimbangkan hanyalah entitas ucapan pada amalan-amalan lidah dan entitas aksi pada amalan-amalan tubuh (Fathul Bari vol 11, hlm 552)
Demikianlah, dan hal ini berlaku bukan hanya dalam nazar tetapi pada semua hukum syara yang memiliki tuntutan, Atsar (efek) dan konsekuensi syara' secara fisik seperti akad nikah, jual beli, ijaroh, tilawah, shalat, dll.
Disyaratkan pula dalam nazar, sesuatu yang dinadzarkan  harus sesuatu yang dimilikinya. Jika bernadzar dengan sesuatu yang bukan haknya/tidak dimilikinya maka nazar itu tidak sah. Misalnya mengucapan; jika Allah menyembuhkan sakitku maka aku akan menshodaqohkan mobil tetanggaku. Dalil syarat ini adalah hadis berikut ini;
Dari Abu Qilabah bahwa Tsabit bin Adl Dlahak -dan dia termasuk dari Ashabus Syajarah (ikut serta dalam baiatur ridlwan) - dia menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dengan agama selain Islam, maka dia bagaikan apa yang dia katakan, anak Adam tidak boleh bernazar dengan sesuatu yang tidak dia miliki." (H.R. Bukhari)
Was-was muncul karena ilmu tentang hal tersebut belum diperoleh. Jika diperoleh insya Allah was-was tersebut hilang.


 


 

 

 

News

KAMI TERIMA IKLAN BIAYA MURAH PER PAKET

KAMI TERIMA IKLAN ANDA DENGAN BIAYA SANGAT MURAH KARENA DI HITUNG PER PAKET 1.PAKET BIASA HARGA CUMA $150 BERLAKU 3 BULAN 2.PAKET VIP HARGA CUMA $450 BERLAKU 8 BULAN 3.PAKET V VIP HARGA CUMA $850 BERLAKU 14 BULAN CARA PASANG KIRIM UANG ANDA KE ACC VIRTULAN KAMI DI...
Read more

Poll

KAMU SUKA WEBSITE INI

SUKA SEKALI 154 97%
TOP BANGET 5 3%

Total votes: 159

TAMPANG OKE